Ponorogo Sebagai Tempat Belajar Raja Kartasura


kraton-kasunananPonorogo yang dikenal kota kecil dengan semua kekuarangannya ternyata pada masa lampau menjadi tempat belajar seoarang Raja dari Kerajaan Kartasura. Yaitu Sri Susuhan Pakubuwana II yang belajar di Pondok Tegalsari.

Pakubuwana memiliki nama asli Raden Mas Prabasuyasa, putra Amangkurat IV dari permaisuri keturunan Sunan Kudus. Ia dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1711. Pakubuwana II naik takhta tanggal 15 Agustus 1726 dalam usia 15 tahun. Karena masih sangat muda, beberapa tokoh istana bersaing untuk menguasainya. Para pejabat Kartasura pun terbagi menjadi dua kelompok, yaitu golongan yang bersahabat dengan VOC dipelopori Ratu Amangkurat (ibu suri), dan golongan anti VOC dipelopori Patih Cakrajaya.

Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang cina dan disebut sebagai Geger Pecinan yang dipimpin Raden Mas Garendi Susuhuhan Kuning, seorang Sunan keturunan Tionghoa. Geger Pecinan ini menjadi awal runtuhnya kerajaan Kartasura. Peristiwa ini dipicu oleh pembantaian warga Cina oleh masyarakat Eropa di Batavia atas izin Adriaan Valckenier, gubernur jenderal VOC saat itu. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karena itu Paku Buana II bersama pengikutnya segera pergi dengan diam-diam meninggalkan Keraton menuju ke timur Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu dia sampai di desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan ketakutan dari kejaran pasukan Sunan Kuning itulah kemudian Paku Buana II berserah diri kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai wara` itu; dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakkur dan bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam. Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah swt mengabulkan doa Paku Buana II. Api pemberontakan akhirnya reda. Paku Buana II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sunan Paku Buana II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari). Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan.

Itulah sekelumit kisah Raja Kartasura yang belajar di Tegalsari Ponorogo.

sumber : dari berbagai sumber

 

Bagus Harun dan Asal Mula Desa Sewulan Madiun


Pondok Pesantren tegalsari Jetis memang telah melahirkan tokoh-tokoh terkena. Pondok yang diasuh Kyai Ageng Besari ini telah melahirkan santri-santri yang luar biasa antara lain Ronggowarsito. Dan murid Kyai Ageng Besari yang lain yaitu Bagus Harun

Raden Mas Bagus Harun, putra adipati ponorogo pada abad 17 M. di sini, bagus harun belajar dengan tekun dan giat hingga menjadi murid yang disayangi, bahkan diangkat sebagai anak angkan oleh KA Hasan Besari.

Alkisah, Pakubuwono II setelah kalah dari pemberontakan pacinan meminta tolong kepada KA Hasan Besari untuk membantunya, kemudian KAHB mengutus Bagus Harun utk ikut ke kartasura guna membantu meredakan konflik. Akhinrya, bagus Harun berhasil meredam keadaan dan mengembalikan kejayaan kepada Pakubuwono II. Atas jasa tersebut, sejatinya Bagus Harun hendak diberi pangkat Adipati di Banten. Namun, Bagus Harun malah menolak, kemudian memilih untuk pulang ke pesantran tempat ia belajar guna mengabdi kepada Gurunya.

Akhirnya, Pakubuwono II mengijinkan Bagus Harun untuk kembali kepada gurunya, dengan diberi bekal berupa songsong (payung) dan lampit (tikar). perlu diketahui, songsong di sini bukanlah payung sebagaimana dijual di pasar, namun songsong kerajaan sebagai identitas pemerintahan, yang secara tidak langsung mengisyaratkan pemberian tanah merdikan, tanah bebas yang boleh dimiliki oleh bagus Harun sebagai pemberian dari raja dan tanah tersebut bebas pajak.

Kemudian, pulanglah bagus harun ke Tegal Sari. Sampai di tegal sari, beliau menemui KAHB yang kemudian menyuruhnya menenggelamkan payung tersebut ke salah satu sungai, dalam hal ini sungai Bang Pluwang, Nglengkong, Sukorejo, Ponorogo. Kemudian, Bagus Harun diperintah oleh KAHB untuk menyusuri sungai mencari payung tersebut kemudian mengembangkan ajaran islam di tempat dimana payung tersebut ditemukan. akhirnya, setelahpencarian yang panjang, payung tersebut berhasil ia temukan di salah satu tempat yang kemudian ia mendirikan masjid di situ, sekaligus menjadi Imam pertama di masjid tersebut dengan gelar Kyai Ageng Besari. Lokasi penemuan payung tersebut ia namai desa sewulan, kabupaten madiun.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai asal usul penamaan desa sewulan tersebut. Ada yg mengatakan hal itu dikarenakan proses pencarian payung tersebut berlangsung selama sewu wulan / seribu bulan. atau kurang lebih 83 tahun. kalau pendapat ini benar, maka sungguh lama sekali perjalanan ponorogo ke madiun ditempuh dalam 83 tahun. Ada pendapat lain yg mngatakan asal usul nama sewulan adalah sewu dan lan / seribu lebih. maksudnya, dicari dalam waktu seribu hari lebih sedikit atau sekitar 2,5 tahun. Ada pula yang mengartikannya sebagai sewu wulan, dinisbatkan kepada saat ditemukannya payung tersebut, yakni pada bulan romadlon, bulannya lailatul qadar, malam seribu bulan.

Silsilah Kyai Mohammad Besari dari Maulana Malik Ibrahim


Kyai Ageng Mohammad Besari merupakan ulama’ besar yang menyebarkan Islam di Ponorogo. Beliau menyebarkan Islam di daerah Tegalsari Jetis Ponorogo, dari Tegalsari sinilah lahir tokoh-tokoh besar. Kyai Ageng Mohammad Besari masih keturunan dari salah satu Wali Songo, yaitu Maulana Malik Ibrahim.

Maulana Malik Ibrahim adalah putra dari Syeh Djumadil Qubra. Syeh Djumadil Qubra adalah putra dari R. Imam Dja’par Shadiq. Putra dari Ali Dhahir sampai Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w. sudah 11 keturunan.

Ketika tahun 1300 Masehi, Maulana Malik Ibrahim menyiarkan (syiar) Agama Islam di Negeri Cempa. Kemudian Maulana Malik Ibrahim mempersunting dan menikahi Putri Cempa yang bernama Dewi Tjondro Wulan. Dari pernikahan tersebut, beliau dikarunia putra bernama Raden Rachmad atau yang lebih dikenal dengan Sunan Ampel. Sunan Ampel memiliki dua orang istri yaitu Dewi Karimah dan Dewi Condrowati. Dari perkawinan dengan Dewi Karimah dikaruniai dua orang anak yaitu Dewi Murtasih dan Dewi Murtasiyah. Dewi Murtasiyah kemudian disunting oleh Sunan Giri. Dari perkawinan Sunan Giri dengan Dewi Murtasiyah dikarunia anak diantaranya Raden Satmoto.

Raden Satmoto berputra putri Ny. Anom Besari yang wafat dan dimakamkan di pemakaman Kuncen, Caruban Madiun.

Ny. Anom Besar Kuncen, berputra 3 orang :

1. Kyai Chatib Anom yang wafat dan dimakamkan di pemakaman Klambret desa Srigading Tulungagung.

2. Kyai Mohammad Besari yang wafat dan dimakamkan di pemakaman Tegalsari, Jetis Ponorogo.

3. Kyai Noer Sodiq yang wafat dan dimakamkan di pemakaman Tegalsari, Ponorogo dan berputra Kyai Mukmin yang wafat dan berputra Kyai Mukmin yang dan dimakamkan di pemakaman Nglawu Mlarak.

Silsilah Kyai Ageng Mohamad Besari Tegalsari


Tegalsari sudah tidak asing lagi bagi kita, khususya bagi masyarakat Ponorogo. Di Tegalsari inilah lahir tokoh-tokoh terkenal di negeri inij.  Sosok yang tak bisa dilepaskan dari Tegalsari adalah pendirnya, yaitu Kyai Ageng Mohamad Besari.

Berikut ini adalah silsilah keturunan pendiri Pondok Tegalsari, untuk silsilah lengkapnya silahkan klik link di bawah silsilah berikut.

Silsilah ini dan sejarah riwayat permulaan dari Gusti Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w. yang menurun ke Tegalsari, Jetis Ponorogo.

Siti Fatimah berputra Baginda Kusen

Baginda Kusen berputra Zainal ‘Abidin

Zainal ‘Abidin berputra R. Alap-alap

R. Alap-alap berputra R. Lumusuh

R. Lumuzuh berputra R. Al – Shodiq

R. Al – Shodiq berputra R. Musarir

R. Musarir berputra R. Samangun

R. Samangun berputra R. Samandakir

R. Samandakir berputra R. Ali Dakir

R. Ali Dakir berputra R. Im. Dja’par Sidik

R. Im. Dja’par Sidik berputra Sjeh Djumadil Qubra

Sjeh Djumadil Qubra berputra Maulana Ibrahim

Maulana Ibrahim berputra R. Rachmad

R. Rachmad berputra R. Satmoto

R. Satmoto berputra Nyai Anom Besari yang wafat dan dimakamkan di Kuncen, Caruban Madiun

Ny. ANOM CARUBAN berputra 3 orang putra :

  1. Kyai Kotib Anom, wafat dan dimakamkan di Klambret desa Srigading Tulungagung.
  2. Kyai Moh. Besari Tegalsari
  3. Kyai Nur Sadiq, wafat dan dimakamkan di Jetis, Tegalsari dan menurunkan Kyai Mukmin, yang wafat dan dimakamkan di Nglawu, Mlarak Ponorogo.

Adapun silsilah dari Kerajaan Majapahit sebagai berikut, Prabu Brawijaya Majapahit berputra Ratu Jenggala Kediri dan yang terakhir ini berputra Pangeran Demang. Pangeran Demang berputra Raden Demang, Raden Demang berputra Kyai Ageng Ngabdul Mursad Tukun Kediri. Kyai Ageng Ngabdul Mursad berputra Kyai Anom Besari, Kuncen Caruban Madiun.

Kyai Muhammad Besari Tegalsari berputra 9 orang :

  1. Nyai Abdurrachman
  2. Kyai Jakub
  3. Kyai Ismangil
  4. Nyai Buchari
  5. Kyai Iskak Coper
  6. Kyai Cholifah
  7. Kyai Ilyas
  8. Nyai Bandjarsari
  9. Kyai Zainal ‘Abidin Raja Selangor

KLIK DISINI untuk melihat silsilah keturunan beliau

Tanah Perdikan Tegalsari


Pada paruh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari.

Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), Bantengan, dan lainnya. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yang menjadi orang besar dan berjasa kepada bangsa Indonesia. Di antara mereka ada yang menjadi kyai, ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, negarawan, pengusaha, dll. sebagai contoh adalah Susuhunan Paku Buwono II atau Sunan Kumbul, penguasa Kerajaan Kartasura; Raden Ngabehi Ronggowarsito (wafat 1803), seorang Pujangga Jawa yang masyhur; dan tokoh Pergerakan Nasional H.O.S. Cokroaminoto (wafat 17 Desember 1934).

Dalam Babad Perdikan Tegalsari diceritakan tentang latar belakang Paku Buwono II nyantri di Pondok Tegalsari. Pada suatu hari, tepatnya tanggal 30 Juni 1742, di Kerajaan Kartasura terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi (Sunan Kuning), seorang Pangeran keturunan Tionghoa. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karena itu Paku Buwono II bersama pengikutnya segera pergi dengan diam-diam meninggalkan Keraton menuju ke timur Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu dia sampai di Desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan ketakutan dari kejaran pasukan Sunan Kuning itulah kemudian Paku Buwono II berserah diri kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai Wara` itu, dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakur dan bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam.

Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah SWT mengabulkan doa Paku Buwono II. Api pemberontakan akhirnya reda. Paku Buwono II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sunan Paku Buwono II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari). Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan.

Setelah Kyai Ageng Hasan Bashari wafat, beliau digantikan oleh putra ketujuh beliau yang bernama Kyai Hasan Yahya. Seterusnya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II yang kemudian digantikan oleh Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain. Tetapi, pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Bashari, Pesantren Tegalsari mulai surut.

Alkisah, pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang kepadanya. Maka setelah santri Sulaiman Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia diambil menantu oleh Kyai dan jadilah ia Kyai muda yang sering dipercaya menggantikan Kyai untuk memimpin pesantren saat beliau berhalangan. Bahkan sang Kyai akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya ini untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.