Jelajah Wisata Kecamatan Pudak Ponorogo


Kecamatan Pudak adalah salah satu diantara beberapa kecamatan di Ponorogo yang berada di lereng Gunung Wilis. Kondisi di lereng Gunung Wilis ini membuat Kecamatan Pudak mempunyai potensi wisata alam yang indah. Potensi wisata yang berada di Kecamatan Pudak antara lain Coban Lawe 1, Coban Lawe 2, Coban Lawe 3, Coban Lawe 4, Tanah Goyang, Perkebunan Sayur, Puncak Kayangan dan masih banyak potensi wisata lainnya. Pada hari Minggu tanggal 9 Oktober 2016 Keluarga besar Pramuka dari Kecamatan Sooko berkesempatan untuk menjelajah potensi wisata tersebut. Karena situasi dan kondisi, hanya 3 tempat yang dikunjungi.

Berikut adalah video saat menjelajah wisata alam di Kecamatan Pudak

Keindahan Air Terjun Mlaten Kecamatan Sawoo


Akhir pekan biasanya dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk piknik atau jalan-jalan untuk mengurangi penat akibat beberapa hal. Tempat populer yang sering dikunjungi untuk melepas penat biasanya pantai atau tempat wisata lain yang sudah terkenal. Bagi sebagian orang untuk pergi ke tempat-tempat wisata terkadang dirasa berat karena biaya atau waktu karena lokasinya yang jauh. Alternatif jika tidak sempat pergi ke tempat wisata yang terkenal adalah dengan mengunjungi wisata lokal yang berada di daerahnya sendiri. Selain menghemat biaya, pergi ketempat wisata lokal juga menghemat waktu.

Di Ponorogo banyak sekali tempat wisata lokal yang sudah terkenal maupun yang masih belum banyak dikenal. Salah satu wisata yang belum banyak dikenal adalah Wisata Air Terjun Mlaten. Dinamakan Air Terjun Mlaten karena letaknya berada di Dukuh Mlaten Desa Temon Kecamatan Sawoo. Selain dikenal dengan Air Terjun Mlaten, masyarakat sekitar juga menyebut air terjun ini dengan nama Air Terjun Kali Kokok, karena letaknya berada di aliran Kali Kokok.

Air Terjun Mlaten masih sangat alami dan belum dikelola oleh pemerintah, hanya masyarakat sekitar yang mengelola dengan menyediakan tempat parkir dan memberikan petunjuk jalan menuju lokasi.

Air terjun ini bisa ditempuh melalui dua jalur, yaitu jalur Utara dan jalur Selatan. Jalur Utara bisa ditempuh dari Alon-alon Ponorogo menuju arah Kecamatan Sooko. Sesampainya di perempatan/Pasar Suru (Kec. Sooko) belok kanan menuju arah Desa Ngadirojo atau menuju arah wisata Gunung Bedes. Sesampainya di Desa Ngadirojo (setelah melalui SMPN 2 Sooko dan SDN 3 Ngadirojo) akan ada pertigaan, ambil arah ke kanan (arah lurus menuju Gunung Bedes). Ikuti terus jalan tersebut sampai ada bekas pabrik marmer. Kurang lebih 500 meter dari bekas pabrik marmer ada pertigaan, ambil arah ke kanan. Sekitar 1 km air terjun sudah akan terlihat.

Sedangkan jalur selatan bisa ditempuh dari Alon-alon menuju arah Kecamatan Sawoo, sesampainya di Pasar Sawoo ambil arah menuju Desa Tumpakpelem dan Desa Tempuran. Ikuti jalannya sampai ada pertigaan di Desa tumpakpelem ambil arah ke kiri. Setelah sampai jembatan ada pertigaan kecil dan ada papan nama air terjun yang terpasang. ikuti jalannya, kalau lewat jalur ini harus menuruni tebing agar sampai di bawah air terjun.

Air Terjun Mlaten debit airnya tergantung pada curah hujan, jika curah hujan tinggi debit air akan deras dan membuat indah air terjun. Namun sebaliknya, jika musim kemarau aliran airnya sangat kecil sehingga keindahan air terjunnya berkurang. Jika akan berkunjung ke sana sebaiknya datang pada musim penghujan yang intensitas hujannnya sudah mulai jarang-jarang. Perlu diwaspadai jika waktu berkunjung datang hujan segeralah naik atau meninggalkan lokasi, karena disekitar lokasi rawan terjadi tanah longsor.

Demikian sedikit info tentang air terjun Mlaten, dan berikut ini  bukti keindahan Air Terjun Mlaten.

 

Ponorogo Tempo Dulu


Ponorogo adalah sebuah kabupaten yang memiliki sejarah panjang, mulai dari bentuk kerajaan hingga berubah menjadi kabupaten seperti saat ini. Sejarah Ponorogo mungkin sedikit menggugah penasaran kita semua, mulai dari asal usul Ponorogo sampai dengan kesenian Reyognya. Pada kesempatan kali ini saya akan menampilkan video tentang foto-foto Ponorogo jaman dahulu. Yang mungkin dari kita semua belum pernah melihat Ponorgo jaman dahulu. Foto-foto ini saya ambil dari situs ponorogozone.com kemudian saya rubah menjadi slide video. berikut video Ponorogo Jaman dahulu

Ponorogo Sebagai Tempat Belajar Raja Kartasura


kraton-kasunananPonorogo yang dikenal kota kecil dengan semua kekuarangannya ternyata pada masa lampau menjadi tempat belajar seoarang Raja dari Kerajaan Kartasura. Yaitu Sri Susuhan Pakubuwana II yang belajar di Pondok Tegalsari.

Pakubuwana memiliki nama asli Raden Mas Prabasuyasa, putra Amangkurat IV dari permaisuri keturunan Sunan Kudus. Ia dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1711. Pakubuwana II naik takhta tanggal 15 Agustus 1726 dalam usia 15 tahun. Karena masih sangat muda, beberapa tokoh istana bersaing untuk menguasainya. Para pejabat Kartasura pun terbagi menjadi dua kelompok, yaitu golongan yang bersahabat dengan VOC dipelopori Ratu Amangkurat (ibu suri), dan golongan anti VOC dipelopori Patih Cakrajaya.

Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang cina dan disebut sebagai Geger Pecinan yang dipimpin Raden Mas Garendi Susuhuhan Kuning, seorang Sunan keturunan Tionghoa. Geger Pecinan ini menjadi awal runtuhnya kerajaan Kartasura. Peristiwa ini dipicu oleh pembantaian warga Cina oleh masyarakat Eropa di Batavia atas izin Adriaan Valckenier, gubernur jenderal VOC saat itu. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karena itu Paku Buana II bersama pengikutnya segera pergi dengan diam-diam meninggalkan Keraton menuju ke timur Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu dia sampai di desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan ketakutan dari kejaran pasukan Sunan Kuning itulah kemudian Paku Buana II berserah diri kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai wara` itu; dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakkur dan bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam. Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah swt mengabulkan doa Paku Buana II. Api pemberontakan akhirnya reda. Paku Buana II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sunan Paku Buana II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari). Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan.

Itulah sekelumit kisah Raja Kartasura yang belajar di Tegalsari Ponorogo.

sumber : dari berbagai sumber

 

Bagus Harun dan Asal Mula Desa Sewulan Madiun


Pondok Pesantren tegalsari Jetis memang telah melahirkan tokoh-tokoh terkena. Pondok yang diasuh Kyai Ageng Besari ini telah melahirkan santri-santri yang luar biasa antara lain Ronggowarsito. Dan murid Kyai Ageng Besari yang lain yaitu Bagus Harun

Raden Mas Bagus Harun, putra adipati ponorogo pada abad 17 M. di sini, bagus harun belajar dengan tekun dan giat hingga menjadi murid yang disayangi, bahkan diangkat sebagai anak angkan oleh KA Hasan Besari.

Alkisah, Pakubuwono II setelah kalah dari pemberontakan pacinan meminta tolong kepada KA Hasan Besari untuk membantunya, kemudian KAHB mengutus Bagus Harun utk ikut ke kartasura guna membantu meredakan konflik. Akhinrya, bagus Harun berhasil meredam keadaan dan mengembalikan kejayaan kepada Pakubuwono II. Atas jasa tersebut, sejatinya Bagus Harun hendak diberi pangkat Adipati di Banten. Namun, Bagus Harun malah menolak, kemudian memilih untuk pulang ke pesantran tempat ia belajar guna mengabdi kepada Gurunya.

Akhirnya, Pakubuwono II mengijinkan Bagus Harun untuk kembali kepada gurunya, dengan diberi bekal berupa songsong (payung) dan lampit (tikar). perlu diketahui, songsong di sini bukanlah payung sebagaimana dijual di pasar, namun songsong kerajaan sebagai identitas pemerintahan, yang secara tidak langsung mengisyaratkan pemberian tanah merdikan, tanah bebas yang boleh dimiliki oleh bagus Harun sebagai pemberian dari raja dan tanah tersebut bebas pajak.

Kemudian, pulanglah bagus harun ke Tegal Sari. Sampai di tegal sari, beliau menemui KAHB yang kemudian menyuruhnya menenggelamkan payung tersebut ke salah satu sungai, dalam hal ini sungai Bang Pluwang, Nglengkong, Sukorejo, Ponorogo. Kemudian, Bagus Harun diperintah oleh KAHB untuk menyusuri sungai mencari payung tersebut kemudian mengembangkan ajaran islam di tempat dimana payung tersebut ditemukan. akhirnya, setelahpencarian yang panjang, payung tersebut berhasil ia temukan di salah satu tempat yang kemudian ia mendirikan masjid di situ, sekaligus menjadi Imam pertama di masjid tersebut dengan gelar Kyai Ageng Besari. Lokasi penemuan payung tersebut ia namai desa sewulan, kabupaten madiun.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai asal usul penamaan desa sewulan tersebut. Ada yg mengatakan hal itu dikarenakan proses pencarian payung tersebut berlangsung selama sewu wulan / seribu bulan. atau kurang lebih 83 tahun. kalau pendapat ini benar, maka sungguh lama sekali perjalanan ponorogo ke madiun ditempuh dalam 83 tahun. Ada pendapat lain yg mngatakan asal usul nama sewulan adalah sewu dan lan / seribu lebih. maksudnya, dicari dalam waktu seribu hari lebih sedikit atau sekitar 2,5 tahun. Ada pula yang mengartikannya sebagai sewu wulan, dinisbatkan kepada saat ditemukannya payung tersebut, yakni pada bulan romadlon, bulannya lailatul qadar, malam seribu bulan.

Kemeriahan Grebeg Suro 2012 Kabupaten Ponorogo


Tahun baru Islam 1 Muharam banyak diperingati oleh masyarakat. Tidak ketinggalan masyarakat Ponorogo. Di Kabupaten Ponorogo ada tradisi turun temurun yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu, tradisi memperingati pergantian tahun islam ini dikenal dengan nama Grebeg Suro. Grebeg Suro menjadi agenda rutin tahunan yang diselenggarakan Pemkab Ponorogo.

Yaaahhhh, walaupun kemeriahan Grebeg Suro dan Festival Reyog Nasional sudah berlalu beberapa hari yang lalu, namun bayang-bayang kemeriahan itu masih sedikit tersimpan dalam otakku dan juga dalam memori laptopku yang aku isi dengan sedikit hasil jepretan kamera pinjaman pada saat Grebeg Suro kemarin. Berikut ini sedikit oleh-oleh saya pada saat nonton Grebeg Suro.

Patung Bundaran penuh berjejal

beraksi dulu ya…….

nyari tempat yang enak ya Pa !

Hujan kedinginan gak masalah, yang penting hapyyyyy

scooter beraksi . . . .

cantiknya rek …….

siapa mau jadi bunganya?

Pasukan apa ya namanya?

satu untuk berlima

Bapak Bupati Ponorogo

Ibu Wakil Bupati

Artis Hengky Kurniawan

Ratu bidadari

Kelelahan setelah berdesak – desakan

Bak bidadari yang turun dari khayangan

siap tempur

Awas jenggote nek kobong

Pak Polisi ini dengan rendah hati memberikan arahan di tengah keruetan

Kerajaan Wengker


Masih ingatkah kita dengan slogan JASMERAH yang dulu diajarkan presiden pertama kita? Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, itulah artinya. Tapi kali ini saya bukan membahas tentang Soekarno atau sejarah Indonesia. Tapi saya akan berbagi tentang sejarah Kerajaan Wengker, Kerajaan yang diyakini sebagai cikal bakal terbentuknya Kabupaten Ponorogo.

Tulisan yang saya buat ini saya copas dari blog ini. Semoga bermanfaat.

KERAJAAN WENGKER SEBELUM MAJAPAHIT

Setelah kerajaan Medang di Jawa Tengah bubar, tahun 928 M Mpu Sindok pindah ke Jawa Timur. Mpu Sindok naik tahta menjadi raja pertama kerajaan Medang di Jawa Timur tahun 929 M bergelar Sri Isyana Wikrama Darmatunggadewa, yang mana menjadi moyang bagi raja-raja di Jawa selama 300 tahun berturut-turut. Ia memerintah dengan permaisurinya Parameswari Sri Wardani mpu Kbi (Putri Rakai Wawa), untuk menjalankan pemerintahan. Dalam buku “Babad Ponorogo” karya Purwowijoyo, disebutkan selain Mpu Sindok ada lagi satu rombongan yang pindah ke Jawa Timur dibawah pimpinan Ketut Wijaya, putra raja Medang. Kemudian mendirikan kerajaan yang diberi nama Wengker. Ketut Wijaya berkuasa tahun 986 -1037 M.

Nama Wengker adalah akronim dari “Wewengkon angker” atau tempat yang angker. Letak kerajaan Wengker dibawah pimpinan Kettu Wijaya bermacam versi. Dalam “Babad Ponorogo” disebutkan Sebelah utara : antara gunung Kendeng dan gunung Pandan, Sebelah Timur : Gunung Wilis sampai wilayah laut Selatan. Sebelah Selatan : Wilayah Laut selatan, dan Sebelah barat : pegunungan mulai laut selatan sampai Gunung Lawu. Dalam buku ini juga disebutkan keraton Wengker di sekitar Setono Kecamatan Jenangan (mengutip pendapat dari Prof.Dr. NJ.Krom dan Dra.Setyawati Suleman). Digambarkan Kerajaan Wengker pada saat itu aman santosa, rakyatnya senang melakukan tapa brata dan menguasai banyak ilmu batin. Adapun batas wilayah ditandai dengan sungai, untuk pertahanan wilayah terdapat tiga benteng dalam tanah istilahnya Benteng Pendem. Versi lain sebagaimana dalam buku “Ungkapan sejarah kerajaan Wengker dan Reyog Ponorogo” (Moelyadi) letak kerajaan Wengker masa ini adalah di daerah Dolopo Madiun, pusatnya di Desa Daha.

Pada tahun 947 M, Mpu Sindok digantikan anaknya yang bernama Sri Isyanatungga Wijaya yang menikah dengan Sri Lokapala. Selanjutnya ia digantikan putranya, Sri Makuthawangsa Wardana. Sri Makuthawangsa Wardana mempunyai dua orang putri. Salah satu putrinya menikah dengan Dharmawangsa. Selanjutnya sang menantu itulah yang kemudian memegang tampuk kekuasaan di Medang. Salah satu putri Makuthawangsa yang bernama Mahendradatta menikah dengan Udayana dan mempunyai anak bernama Airlangga. Dalam memimpin Medang, Dharmawangsa mempunyai ambisi besar memperluas wilayah. Kerajaan Medang saat itu diperkirakan di sekitar daerah Maospati Magetan

Pada tahun 1016 M, kerajaan Medang diserang Sriwijaya bersama sekutunya yaitu Wurawari dan Wengker, sehingga raja Dharmawangsa dan seluruh pembesar istana tewas. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan “Pralaya“ atau kehancuran. Dalam Prasasti Kalkuta yaitu Prasasti Airlangga, disebut bahwa “Ri Prahara, haji Wurawari maso mijil sangka Lwaran”. Letak Wurawari ada beberapa pendapat. Menurut Moh. Hari Soewarno di Jawa Timur. Menurut Prof.Dr.G.De Casparis dari Semenanjung Malaka. Ada pula yang berpendapat di Banyumas. penyerangan Raja Wurawari ada yang berpendapat disebabkan iri atas kegagalannya mempersunting putri Dharmawangsa. Selain itu berserta sekutunya ingin menghancurkan Medang. Sementara keterlibatan Wengker adalah pengaruh ekspansif  Medang yang berusaha memperluas wilayah dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil dan juga persaingan di bidang ekonomi.

Satu-satunya yang berhasil lolos dari serangan tersebut adalah Airlangga, yang pada saat itu sedang melangsungkan pernikahan dengan putri Dharmawangsa. Pada waktu itu usia Airlangga 16 tahun, beserta Narotama ia bersembunyi di hutan sekitar daerah Wonogiri. Pada tahun 1019 M, Airlangga dinobatkan menjadi raja Kahuripan yang terletak di bekas reruntuhan bekas Kerajaan Medang. Saat itu bekas Kerajaan Medang sepeninggal Dharmawangsa merupakan wilayah yang kecil karena setelah “pralaya”, wilayah Medang terpecah-pecah.

Tahun 1028 M, Airlangga memulai usahanya menyatukan kembali wilayah Medang, termasuk terhadap Kerajaan Wengker.  Tahun 1031 Wengker bisa ditaklukkan. Pada tahun 1035 M Kerajaan Wengker ternyata bangkit dan kuat lagi. Airlangga kembali menyerang Wengker dengan kekuatan pasukan yang besar pada tahun 1037 M, Kettu Wijaya mengalami kekalahan, terpaksa meninggalkan harta benda dan permaisurinya. Kettu Wijaya lari ke desa Topo, kemudian pindah ke Kapang diikuti beberapa prajuritnya. Karena terus diserang pasukan Airlangga ia lari ke Sarosa. Di sinilah akhirnya Ketut Wijaya bisa dikalahkan, dan ia dibunuh oleh prajuritnya sendiri, versi lain mengatakan Kettu Wijaya hilang beserta jiwa raganya (moksa). Sumber lain ada menyebutkan, setelah dikalahkan Airlangga Kettu Wijaya menjadi pertapa. Dengan demikian berakhirlah riwayat kerajaan Wengker era Kettu Wijaya. Selanjutnya wilayah Wengker menjadi daerah kekuasaan Airlangga.

Raja Wengker selanjutnya adalah Prabu Jaka Bagus (Sri Garasakan), yang memerintah Wengker tahun 1078 M, lokasi Wengker diperkirakan di utara gunung Gajah, desa Bangsalan Kecamatan Sambit Ponorogo. Prabu Jaka Bagus dikenal memiliki kesaktian yang luar biasa, untuk memiliki kesaktian tersebut ia tidak mempunyai istri, sebagai gantinya ia memelihara laki-laki sebagai gantinya atau yang biasa disebut “gemblak”. Raja Jaka Bagus dikenal sebagai raja warok pertama. Warok berasal dari WARA=pria agung, pria yang diagungkan.

WENGKER DI MASA KERAJAAN MAJAPAHIT

Dimasa pemerintahan Airlangga, wilayah Kerajaan Wengker tidak pernah terjadi peperangan maupun persengketaan, sebaliknya menjadi daerah yang aman tentram. Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua yaitu Kediri atau Daha dan Jenggala atau Panjalu. Sepeninggal Airlangga terjadi perang saudara antara kedua kerajaan tersebut. Situasi yang tidak stabil itu digunakan Wengker menyusun kekuatan baru sehingga sampai berdirinya Majapahit nama Wengker masih eksis bahkan hubungan kedua kerajaan terjalin dengan baik.

Dimasa pemerintahan Majapahit, Wengker dipimpin seorang raja bernama Raden Kudamerta (Wijayarajasa), dalam Kitab Nagarakartagama disebutkan “Priya haji sang umunggu Wengker bangun hyang Upandra Nurun Narpari Wijayarajasanopamana parama-ajnottama”. Dari kitab ini menunjukkan bahwa yang membangun kerajaan Wengker adalah Wijayarajasa, sebagai raja pertama. Dalam Kitab ini juga disebutkan Raden Kudamerta menikah dengan Bhre Dhaha. Raden Kudamerta berkedudukan di Wengker dengan nama Bhre Parameswara dari Pamotan yang dikenal dengan nama Cri Wijayarajasa. Yang dimaksud Bhre Dhaha adalah dewi Maharajasa adik Tribhuwana. Berarti Wijayarajasa adalah menantu Raden Wijaya.

Selain menjadi raja Wengker, Wijayarajasa merupakan tokoh yang mempunyai peran besar di Majapahit, antara lain : salah satu dari 8 tokoh yang diundang pada waktu pengangkatan mahapatih Gajahmada tahun 1364 M, diangkat menjadi anggota dewan Sapta Prabu, menjadi anggota dewan pertimbangan agung tahun 1351 M, mengambil tindakan tegas terhadap kesalahan yang dilakukan Gajahmada atas peristiwa Bubat, dan mendapat penghargaan dari Tribhuwana Tunggadewi.

Putra Wijayarajasa yang bernama Susumma Dewi/paduka Sori menikah dengan Hayam Wuruk tahun 1357M, setelah prabu Hayam Wuruk gagal menikah dengan putri Pajajaran yang meninggal pada peristiwa Bubad. Pernikahan itu merupakan pernikahan keluarga karena ibu Susumma Dewi adalah adik TriBhuawana Tunggadewi (ibu Hayam Wuruk). Hayam Wuruk dan Susumma Dewi adalah sama-sama cucu Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana).

Dari pernikahan-pernikahan yang melibatkan dua kerajaan (Majapahit dan Wengker), menurut Dr.NJ.Krom bahwa untuk pergi ke Bubad disamakan pendapat dengan ke Wengker. Sepeti kita ketahui Perang Bubad terjadi sebagai akibat perkawinan politik yaitu salah satu cara Majapahit menaklukkan kerajaan disekitarnya. Dalam hal ini meski Wengker adalah daerah kekuasaan Majapahit, tetapi kekuatan Wengker sangat diperhitungkan Majapahit kala itu.

Dalam kurun waktu ini, dari berbagai sumber memang jarang diungkap keadaan dalam kerajaan Wengker sendiri karena memang peran Wijayarajasa lebih banyak di Majapahit dibanding memimpin kerajaannya sendiri. Ada yang memperkirakan pusat pemerintahan Wengker pada saat itu berada di sekitar Kecamatan Sambit Ponorogo. Wijayarajasa meninggal pada tahun 1310 saka dimakamkan di Manar dengan nama Wisnubhawano.

Era kepemimpinan Wengker dimasa Majapahit berikutnya adalah Dyah Suryawikrama Girishawardana, ia adalah anak Dyah Kertawaijaya. Ia memimpin Wengker sejak ayahnya masih memimpin pemerintahan Majapahit tahun 1447-1451 M. Setelah kekosongan kekuasaan selama tiga tahun ia memimpin Majapahit selama 10 tahun (1456-1466 M). Dalam kitab Pararaton ia bergelar Bhre Hyang Purwawisesa. Ia meninggal tahun 1466 M dan dimakamkan di Puri. Sampai masa ini nama Wengker masih disebut-sebut dalam sejarah Majapahit.

WENGKER DI MASA KERAJAAN DEMAK BINTORO

Diakhir kejayayaan Majapahit yang mana wilayah majapahit terpecah-pecah. Wilayah seperti Demak, Jepara, Tuban, Gresik dan Surabaya memerdekakan diri. Kerajaan kecil yang tumbuh menjadi besar adalah kesultanan Demak yang diperintah Raden Patah sekitar awal abad XVI. Demak menguasai kota-kota pesisir lain seperti Lasem, Tuban, Gresik dan Sedayu. Raden Patah diakui sebagai pemimpin kota-kota dagang pesisir dengan gelar sultan. Dari Demak agama Islam disebarkan ke seluruh Jawa bahkan luar Jawa.

Raden Patah adalah putra Prabu Majapahit dengan putri Cina yang pada waktu hamil muda diberikan kepada Arya Damar, setelah lahir diberi nama Raden Patah. Prabu Majapahit yang mempunyai istri putri Cina adalah Brawijaya terakhir. Arya Damar menyatakan kepada permaisurinya bahwa putranya tesebut akan menjadi raja Islam yang pertama di Jawa. Sebagaimana kita ketahui Kerajaan Islam pertama di tanah Jawa adalah Demak.

Pada saat Raden Patah menginjak dewasa kerajaan Hindu Majapahit telah mulai runtuh yang disebabkan perlawanan kaum bangsawan yang telah mendirikan kota di pantai utara dan mendapat dukungan Islam. Kesempatan ini dipergunakan Raden Patah menemui Sunan Ampel atau Raden Rahmad. Raden Patah mengutarakan beberapa hal mengenai Majapahit yang telah lemah. Raden Patah tinggal di rumah Raden Rahmad untuk belajar beberapa hal, setelah cukup diberi kedudukan di Bintoro.

Bintoro dikembangkan atas dasar Islam. Mendengar hal tersebut raja Majapahit, prabu Brawijaya mengangkat Raden Patah menjadi mangkubumi di Bintoro. Berkat dukungan para wali, Bintoro berkembang menjadi kerajaan Islam pertama dengan nama Demak tahun 1481 M, dibawah pimpinan Raden Patah dengan gelar Panembahan Djimbun.

Seiring munculnya Demak, Majapahit semakin parah dilanda krisis, Brawijaya telah diganti/direbut Girishawardana yang sebenarnya tidak berhak atas tahta Majapahit. Pada waktu raja Brawijaya terakhir, telah member wilayah kekuasaan kepada Raden Patah yang kelak dikemudian hari berkembang menjadi Kerajaan Demak. Hal yang berbeda dialami putra Brawijaya V lain yang bernama Raden Katong yang belum mempunyai wilayah kekuasaan. Hingga terdengar berita bahwa sebelah timur Gunung Lawu ada seorang demang dari Kutu yang tidak mau menghadap ke Majapahit. Maka Raden Katong disuruh menghadapkan demang tersebut ke Majapahit. Selain itu Raden Katong masuk Islam.

Demang Kutu tersebut adalah Ki Ageng Suryangalam atau terkenal dengan sebutan kutu. Ia punggawa Majapahit yang masih termasuk kerabat keraton maka oleh Prabu Kertabumi / Brawijaya V, ia diberi jabatan demang. Kademangan Kutu atau Surukubeng wilayahnya adalah bekas  kerajaan Wengker, yang mana seiring semakin lemahnya Majapahit. Ki Ageng Kutu meneruskan tata cara dan adat kerajaan Wengker dahulu. Para pembantu dan punggawanya diajarkan beladiri dan berperang serta tapa brata.

Sementara itu Raden Katong dating ke wilayah Wengker bersama dengan Seloaji. Mereka menemui Ki Ageng Mirah yang merupakan putra Ki Ageng Gribig, seoarang ulama dari Malang. Ki Ageng Mirah adalah penyebar Islam di Wengker. Banyak hal penting yang dijelaskan Ki Ageng Mirah kepada Raden Katong, termasuk kesulitannya dalam menyebarkan agama Islam. Mereka kemudian sepakat berjuang bersama, Raden Katong atas dasar pemerintahan sedangkan Ki Ageng Mirah atas dasar  penyebaran agama Islam. Mereka selalu koordinasi terhadap apa yang mereka hadapi dalam perjuangan ini. Ki Ageng Mirah senang mendapat mitra Raden Katong karena masih keturunan Majapahit. Masalah Raden Katong adalah Ki Ageng Kutu tidak mau menghadap ke Majapahit sedang Ki Ageng Mirah kesulitan dalam menyebarkan agama Islam.

Pihak Raden Katong berusaha melakukan pendekatan persuasif terhadap pihak Ki Ageng Kutu, antara lain dilakukan Ki Ageng Mirah terhadap Ki Ageng Kutu secara dialogis agar Ki Ageng Kutu bersedia menghadap ke Majapahit. Tapi Ki Ageng Kutu menolak dengan alasan antara lain Kerajaan Majapahit yang memberi pintu bagi penyebaran agama Islam padahal wilayah Wengker kebanyakan menganut agama sendiri yaitu Hindu dan Budha. Dia menganggap penyebaran Islam dipimpin Raden Patah dan justru Majapahit mengangkatnya menjadi penguasa Demak Bintoro. Ki Ageng Mirah menjelaskan bahwa pengangkan Raden Patah tidak salah karena masih putra Brawijaya V. Tapi Ki Ageng Kutu tetap menganggap hal yang dilakukan Majapahit merupakan hal yang menyalahi aturan kerajaan sendiri. Akhirnya upaya dialogis yang dilakukan Ki Ageng Mirah gagal.

Upaya persuasif dari pihak Raden Katong yang gagal dilaporkan kepada Prabu Brawijaya V, dan langkah yang dilakukan Brawijaya adalah mengirim pasukan Majapahit untuk menumpas Ki Ageng Kutu. Rombongan pasukan tersebut di pimpin oleh Raden Katong. Pada dasarnya Raden Katong enggan bermusuhan dengan pihak Wengker mengingat jasa Ki Ageng Kutu terhadap Majapahit begitu banyak. Tetapi Seloaji member nasehat bahwa apa yang dianggap Ki Ageng Kutu benar adalah menurut ki Ageng Kutu sendiri, sedangkan pihak kerajaan menganggap hal yang menyalahi peraturan dan Raja pun langsung memerintahkan untuk menumpas, maka ia menasehati Raden katong untuk tidak ragu-ragu bertindak.

Maka singkat cerita terjadilah peperangan antara tentara Majapahit yang dipimpin Raden Katong beserta Ki Ageng Mirah dan Seloaji serta beberapa tokoh lain. Jalannya peperangan termasuk didalamnya strategi perang yang dilakukan tidak dibahas ditulisan ini. Maka pada tahun 1468 M, kutu sebagai ibukota Wengker jatuh ke tangan Raden Katong dan bala tentaranya. Ki Ageng Kutu bisa dikalahkan tetapi tidak ditemukan jasadnya atau musnah di bukit yang kemudian disebut dengan Gunung Bacin. Ki Honggolono sebagai tangan kanan Ki Ageng Kutu Tewas dalam pertempuran ini. Raden Katong sangat terharu melihat kematian Ki Honggolono dan musnahnya Ki Ageng Kutu mengingat mereka berdua adalah para perwira yang berjasa besar kepada Majapahit terutama ketika merebut kembali Wengker yang sempat dikuasai Kediri. Konsolidasi dalam keluarga Ki Ageng Kutu juga dilakukan antara lain menikahi dua putrid Ki Ageng Kutu yaitu Niken Sulastri dan Niken Gandini, putra pertama Ki Ageng Kutu yang bernama Surohandoko menggantikan kedudukan ayahnya di Kademangan Kutu, Suryongalim dijadikan Kepala Desa di Ngampel, Warok Gunoseco menjadi kepala desa di Siman, Waro Tromejo di Gunung Loreng Slahung.

Setelah bisa menguasai bekas kerajaan Wengker, Raden Katong mendirikan Kadipaten Baru dengan nama PONOROGO,  PONO artinya sadar/selesai, ROGO artinya semedi. Kadipaten Ponorogo berdiri tahun 1496 M dengan Raden Katong sebagai Adipati pertama dengan gelar Kanjeng Panembahan Batoro Katong.

Demikian sedikit tentang sejarah perjalanan Kerajaan Wengker yang eksis selama ± 500 tahun , yang mana meskipun kerajaan kecil tetapi sangat diperhitungkan kekuataannya oleh kerajaan-kerajaan besar seperti Kahuripan dan Majapahit serta peletak dasar-dasar pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari daerah yang sekarang bernama Ponorogo ini.

Mbah Fadillah (Mbah Fadil Genthan)


Sebagai orang Ponorogo saya penasaran tentang sejarah Ponorogo, ketika ada waktu sering saya mencari artikel tentang Ponorogo. Nah kali ini saya menemukan tentang sekelumit sejarah Pondok Gethan. Mungkin ini bukan sejarah besar tentang Ponorogo,tapi ini ada hubungannya dengan pondok dimana aku dulu pernah belajar disana. Durisawo. Berikut sekelumit sejarah Mbah Fadilah pendiri Pondok Gethan.

Mbah Fadillah adalah ulama pendiri pondok di Genthan Ngrupit Jenangan Ponorogo, beliau adalah mursyid pertama Toreqoh Naqsabandiyah di Ponorogo, beliau seangkatan dan sekaligus teman dengan Mbah Kaji Dullah (Masih keturunan Kyai Ageng Besari Tegalsari) Pilang Surodikraman Ponorogo.

Beliau dimakamkan dibelakang masjid yang didirikan oleh beliau. Dan uniknya masjid genthan ini diambil dari kata “Gentha” yang artinya lonceng yang menggema, dari cerita orang-orang tua dulu pada setiap jam tertentu dari masjid ini terdengar lonceng, tersering pada waktu tengah malam.

Murid terkenal beliau adalah Kyai Abu Dawud pendiri Pondok Pesantren Durisawo Nologaten Ponorogo ( tempat aku mondok semasa SMA,hehehehe), dan di pondok inilah Kyai Zarkasi penerus pendiri pondok Darussalam Gontor (Trimurti Gontor) menimba ilmu  dan sekaligus dibaiat Thoreqoh Naqsabandiyah

Eyang Saketi Joyo


Pondok Tegalsari pada saat dipimpin oleh Kiyai Hasan Besari sangatlah tersohor, santrinya tidak hanya orang-orang biasa namun dari kalangan keraton. Santri beliau banyak yang menjadi orang terkenal. Selain itu banyak santri beliau yang berkelana menyebarkan Islam di Indonesia. Salah satu santri beliau yang menyebarkan Islam di tanah Ponorogo yaitu Eyang Saketi Joyo. Eyang Saketi Joyo adalah bangsawan dari keraton Solo seanggakatan dengan Eyang Ronggo Warsito, beliau juga sama-sama mondok di pondok pesantren Tegalsari Ponorogo asuhan Kyai Ageng Besari.

Namun beliau beserta saudaranya tidak pulang ke Solo pada waktu itu karena pihak keraton menyia-nyiakan, beserta adiknya beliau babad deso yang sekarang ini bernama Karang Lo Kidul ikut dalam wilayah Jambon Ponorogo (kuarang lebih 5km dari pasar Sumoroto Kauaman menuju selatan), disinlah beliau menyebarkan agama Islam sesuai yang didapat dari gurunya Kyai Ageng Besari tegalsari.

Pada masa mondok dulu Eyang Saketi Joyo ini diajarkan banyak banyak membaca sholawat oleh Kyai Ageng Besari. Eyang ini juga masih kerabat dari eyang Pangeran Trenggono. Makam beliau dibelakang MTsN didesa tersebut namun tidak terawat

sumber : http://kopimbahteklukponorogo.blogspot.com/2009/03/eyang-saketi-joyo.html

Tanah Perdikan Tegalsari


Pada paruh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari.

Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), Bantengan, dan lainnya. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yang menjadi orang besar dan berjasa kepada bangsa Indonesia. Di antara mereka ada yang menjadi kyai, ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, negarawan, pengusaha, dll. sebagai contoh adalah Susuhunan Paku Buwono II atau Sunan Kumbul, penguasa Kerajaan Kartasura; Raden Ngabehi Ronggowarsito (wafat 1803), seorang Pujangga Jawa yang masyhur; dan tokoh Pergerakan Nasional H.O.S. Cokroaminoto (wafat 17 Desember 1934).

Dalam Babad Perdikan Tegalsari diceritakan tentang latar belakang Paku Buwono II nyantri di Pondok Tegalsari. Pada suatu hari, tepatnya tanggal 30 Juni 1742, di Kerajaan Kartasura terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi (Sunan Kuning), seorang Pangeran keturunan Tionghoa. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karena itu Paku Buwono II bersama pengikutnya segera pergi dengan diam-diam meninggalkan Keraton menuju ke timur Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu dia sampai di Desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan ketakutan dari kejaran pasukan Sunan Kuning itulah kemudian Paku Buwono II berserah diri kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai Wara` itu, dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakur dan bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam.

Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah SWT mengabulkan doa Paku Buwono II. Api pemberontakan akhirnya reda. Paku Buwono II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sunan Paku Buwono II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari). Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan.

Setelah Kyai Ageng Hasan Bashari wafat, beliau digantikan oleh putra ketujuh beliau yang bernama Kyai Hasan Yahya. Seterusnya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II yang kemudian digantikan oleh Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain. Tetapi, pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Bashari, Pesantren Tegalsari mulai surut.

Alkisah, pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang kepadanya. Maka setelah santri Sulaiman Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia diambil menantu oleh Kyai dan jadilah ia Kyai muda yang sering dipercaya menggantikan Kyai untuk memimpin pesantren saat beliau berhalangan. Bahkan sang Kyai akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya ini untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.

Lagu Sate Ayam Ponorogo


Berwisata ke suatu tempat belum lengkap rasanya jika belum mencicipi makanan khas daerah tersebut. Demikian juga jika berwisata ke Ponorogo belum lengkap rasanya jika belum menikmati sate ayam khas Ponorogo. Sate ayam Ponorogo berbeda dengan sate ayam dari daerah lainnya, perbedaannya adalah pada cara memotong dagingnya. Dagingnya tidak dipotong menyerupai dadu seperti sate ayam pada umumnya, melainkan disayat tipis panjang menyerupai fillet, sehingga selain lebih empuk, gajih atau lemak pada dagingnya pun bisa disisihkan. Sate daging ayam dapat disajikan bersama dengan sate usus, kulit, dan telur ayam muda. Nah kalau ke Ponorogo jangan lupa mencicipi lezatnya sate ayam Ponorogo.

Tahukah anda jika sate ayam Ponorogo ada lagunya? kalau belum tahu berikut ini lagunya

Warung Ayu Ponorogo


Kalau kita mendengar kata “Warung Ayu” pasti kita semua udah tau jika itu adalah sebutan untuk warung yang dijaga oleh seorang perempuan yang cantik dan menawan. Istilah Warung Ayu sudah dikenal diberbagai kota. Perempuan cantik yang menjaga warung tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.

Namun Warung Ayu yang ini berbeda dengan warung ayu yang ada, ini adalah sebuah lagu yang penuh karya seni dari Ponorogo.

Lagu Dawet Jabung



Dawet Jabung asli Ponorogo Jawa Timur adalah kuliner khas ponorogo dimana ini adalah mirip es cendil tapi bedanya cendolnya adalah alami dan tidak ada bahan pewarna. Kelezatannya sudah tidak diragukan lagi. Bahkan jika lebaran tiba orang dari luar kota bahkan luar pulau banyak yang datang menikmatinya. Tapi sudah pernahkah dengar lagu tentang dawet jabung?

Lagu Taman Singo


Bagi warga Ponorogo, Patung singo sudah tidak asing lagi. Patung yang berada didepan gedung pemkab Ponorogo ini memang menjadi salah satu ikon Ponorogo. Keberadaan patung singo tersebut mendorong seniman untuk menciptakan lagu yang ada kaitannya dengan patung singo. Lagu tersebut diciptakan dan sekaligus dinyanyikan oleh Adhy Projo. berikut ini lagunya

Lagu Dalan Anyar Ponorogo


Sebagai orang Ponorogo, mungkin diantara kita masih banyak yang belum pernah mendengar lagu-lagu tentang Ponorogo. Padahal dalam lagu tersebut dikenalkan sesuatu tentang Ponorogo, diantaranya Sejarah Ponorogo, Makanan Khas Ponorogo, Dawet Jabung bahkan dikenalkan juga tempat-tempat yang ada di Ponorogo,misalnya dalan anyar dan patung singo. Nah, dipostingan kali ini saya mencoba posting lagu Ponorogo yang diciptakan oleh Dalang Poer yaitu Dalan Anyar. Semoga lagu-lagu Ponoragan bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap Ponorogo.

 

Nah berikut ini lirik lagu Dalan Anyar

Ing trotoar pinggire dalan anyar

nalika lampu – lampu ratan sumunar

ing kana atiku

tak sapih tresnaku aja layu

ing paran rasaku wis ora krasan

kapang lelangenan ing dalan anyar

duh kangmas tresnaku

apa isih ngenteni baliku

najan tinumpukan sewu crito

rasa kangenku saya ngrembaka

kalis saking godha rencana

duh sih tresna

besok kapan teka

sawangen kae kembang-kembang mekar

endah katresnan arum ngambar-ngambar

lha kae langite

padhang sak nduwure dalan gedhe

kembali ke awal

catatan: warna merah fokal laki-laki

                  warna putih fokal perempuan


 

Gerbang Tinatar Tegalsari Pencetak Tokoh Terkenal


Gerbang Tinatar adalah Pondok yang berada di desa Tegalsari Jetis dan lebih dikenal dengan Pondok Tegalsari. Pondok ini didirikan oleh Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari  pada abad 18 di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa yang berada di Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo dan diapit oleh dua tepi  sungai, sungai Keyang dan sungai Malo. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain.

Dibawah asuhan Kyai Ageng Hasan Bashari, pondok ini berkembang pesat dan mencetak tokoh-tokoh ternama dan berjasa bagi bangsa Indonesia. Salah satu tokoh tersebut adalah Pakubuwono II. Pakubuwono adalah raja Kasunanan Kartasurya. Beliau pernah mengenyam pendidikan di Pondok Tegalsari ketika Kerajaan Kartasura sedang menghadapi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh RM Garendi atau Sunan Kuning (1727-1749) . Dalam geger Pecinan semula Sunan Pakubuwono II  membantu orang- orang Cina melawan VOC.  Setelah orang- orang Cina dapat dikalahkan VOC, Pakubuwono 2 berbalik memihak VOC. Melihat sikap Pakubuwono 2 berbalik kepada VOC, Mas Garendi (cucu Sunan Mas) dengan didukung oleh rakyat memberontak dan berhasil menguasai Keraton Surakarta kemudian diangkat menjadi Sunan Kuning. Pakubuwono II terpaksa menyingkir mencari perlindungan kepada Kyai Ageng Mohammad Besyari di Ponorogo. Dengan mendapat bantuan dari Kompeni dan Kyai Ageng Muhammad Besyari beserta murid- muridnya, termasuk KH. Abu Mansur, Pakubuwono II dapat menduduki tahta kembali pada tahun 1668 Jawa / 1743 Masehi. Atas jasanya mengembalikan kedudukan Pakubuwono 2 menjadi raja di Surakarta inilah maka Kyai Ageng Muhammad Besyari mendapat tanah perdikan di Tegalsari , Jetis Ponorogo.

Selain Pakubuwono II, pondok tegalsari juga menelurkan tokoh handal yaitu RM Ronggowarsito. Nama aslinya adalah Bagus Burham. Ia adalah putra dari Mas Pajangswara dan cucu dari Yasadipura II, pujangga besar Kasunanan Surakarta.  Beliau adalah tokoh jawa yang terkenal dengan ramalan-ramalannya. Semasa remaja beliau pernah mengenyam pendidikan di Pondok Tegalsari.

Selain tokoh diatas, pondok Tegalsari juga telah melahirkan tokoh nasional, yaitu HOS Cokroaminoto. Haji Oemar Sait (HOS) Cokroaminoto lahir di Desa Bakur, Madiun Jawa Timur 16 Agustus 1883. Ia anak kedua dari dua belas bersaudara, putra dari Raden Mas Cokro Amiseno, seorang Wedana Kleco dan cucu RT Adipati Negoro Bupati Ponorogo. Beliau juga pernah mengenyam pendidikan dibawah asuhan Ki Ageng Besari. Belia adalah tokoh pergerakan Nasional Indonesia.

Itulah beberapa tokoh yang lahir dari pondok dipinggiraqn kota Ponorogo. secara tidak langsung Ponorogo menjadi pencetak tokoh-tokoh handal dinegeri ini.

Pondok Tegalsari pulalah cikal bakal Pondok Moderen Gontor lahir. Setelah Kyai Ageng Hasan Bashari wafat, beliau digantikan oleh putra ketujuh beliau yang bernama Kyai Hasan Yahya. Seterusnya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II yang kemudian digantikan oleh Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain. Tetapi, pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Bashari, Pesantren Tegalsari mulai surut.

Alkisah, pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang kepadanya. Maka setelah santri Sulaiman Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia diambil menantu oleh Kyai dan jadilah ia Kyai muda yang sering dipercaya menggantikan Kyai untuk memimpin pesantren saat beliau berhalangan. Bahkan sang Kyai akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya ini untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.

Reyog Sebagai Media Da’wah Batoro Katong


Raden  Batoro Katong, bagi masyarakat Ponorogo diyakini menjadi penguasa pertama Ponorogo, sekaligus pelopor penyebaran agama Islam di Ponorogo. Batoro Katong, memiliki nama asli Lembu Kanigoro, tidak lain adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya V dari selir yakni Putri Campa yang beragama Islam. Mulai redupnya kekuasaan Majapahit, saat kakak tertuanya, Lembu Kenongo yang berganti nama sebagai Raden Fatah, mendirikan kesultanan Demak Bintoro. Lembu Kanigoro mengikut jejaknya, untuk berguru di bawah bimbingan Wali Songo di Demak. Prabu Brawijaya V yang pada masa hidupnya berusaha di-Islamkan oleh Wali Songo, para Wali Islam tersebut membujuk Prabu Brawijaya V dengan menawarkan seorang Putri Campa yang beragama Islam untuk menjadi Istrinya. Pada saat pemerintahan Kerajaan Demak, Batoro Katong diperintahkan untuk menyelidiki daerah Wengker. Singkat cerita Batoro Katong menjadi Bupati pertama Ponorogo. Pada saat itu di Wengker terdapat kesenian barongan, kemudian oleh Batoro Katong nama Barongan diganti dengan nama Reyog. Reyog tersebut digunakan sebagai media untuk menyebarkan ajaran Islam di daerah Wengker. Berikut ini salah satu contoh media da’wah Raden Batoro Katong.

1. DADAK REYOG

Dadak reyog diambil dari bahasa arab “Riyoqun” yang bermakna Khusnul Khotimah. Hal ini bisa diartikan seluruh perjalanan hidup manusia dilumuri dengan berbagai dosa dan noda, bilamana sadar dan beriman yang pada akhirnya bertaqwa kepada Tuhan maka jaminannya adalah sebagai manusia yang sempurna dan menjadi muslim sejati. Dalam Reyog terdapat topeng Harimau (Barongan / Cekathakan ) yang angker dan angkuh dihiasi oleh bulu burung merak yang hijau kebiru – biruan dan mengkilat. Topeng harimau melambangkan kejahatan dan bulu merak melambangkan kebajikan. Ini mengingatkan kepada kita bahwa setiap kejahatan akan terkalahkan oleh kebajikan.

Selain warna bulu merak yang indah, kalau kita amati ada 4 (empat) warna yang dominan dalam kesenian reog yaitu hitam, putih, kuning dan merah. Warna – warna ini bukanlah tanpa makna namun para pinesepuh telah menempatkan warna yang mempunyai makna atau yang menyimbolkan nafsu – nafsu yang ada dalam diri manusia. Secara garis besar warna – warna itu menyimbolkan :

1. Warna Merah menyimbolkan nafsu AMARAH
2. Warna Putih menyimbolkan nafsu MUTH’MAINAH
3. Warna Hitam menyimbolkan nafsu ALWAMAH
4. Warna Kuning menyimbolkan nafsu SUFIYAH
Simbol nafsu manusia ini dapat dipahami secara mendalam oleh beberapa atau pemain dan penonton kesenian reog. Wacana ini dapat diterangkan oleh sesepuh atau penangkapan secara alami oleh penonton dan penari. Simbolisasi ini juga relevan dengan proses kejiwaan dalam ilmu kanuragan Jawa yaitu dimulai dari proses KANURAGAN, KASEPUHAN, KASUKSMAN dan KASAMPURNAN. Simbolisasi atas warna – warna dominan dalam kesenian Reog inilah yang dapat dipetik dari tujuan Tontonan yang bisa membawa ke arah Tuntunan.

2. KENDANG

Kendang diambil dari Bahasa Arab “Qoda’a” yang bermakna rem. Artinya sebagai manusi yang hidup dimuka bumi kita harus sadar bahwa kita tak akan hidup selamanya. Maka dari itu dibutuhkan rem untuk mengendalikan kehidupan kita agar tak terjerumus dalam keangkara murkaan.

Kendang menentukan irama cepat atau lambat dan berbunyi dang, dang, dang. Ndang artinya segeralah, berarti segeralah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

3. KENONG

Kenong diambil dari Bahasa Arab “Qona’a” yang bermakna menerima takdir. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan kita dilarang untuk mengeluh dengan apa yang terjadi pada diri kita. Kita diwajibkan untuk selalu berusaha dan berdoa untuk merubah hidup kita.

Kenong memiliki suara nang, ning, nong, nung. Nang berarti ana, ning berate bening, nong berarti plong (mengerti), nung berarti dumunung (sadar). Maksutnya setelah manusia ada lalu berfikir dengan hati hyang bening maka dapat mengerti sehingga sadar bahwa keberadaannya tentu ada yang menciptakannya yaitu Allah SWT.

4. KETIPUNG

Ketipung diambil dari Bahasa Arab”Katifun” yang berarti balasan. Setiap perbuatan yang kita lakukan dimuka bumi ini akan mendapatkan balasan dari tuhan kelak di hari akhir. Untuk itu kita dianjurkan untuk selalu berbuat kebajikan setiap waktu.

5. KETHUK

Diambil dari Bahasa Arab “Khotok” yang berarti banyak salah. Manusia adalah tempatnya berbuat salah dan dosa, maka dari itu kita selalu diingatkan untuk selalu bertaubat.

Kethuk berbunyi thuk, artinya matuk atau setuju.

6. GONG KEMPUL

Gong berarti Gung, setiap amal manusia dipertanggungjawabkan dihadapan Yang Maha Agung.

Kempul berasal dari Bahasa Arab “ Kafulun” artinya pembalasan atau imbalan. Setiap perbuatan yang kita lakukan akan dicatat oleh malaikat yang selalu menyertai kita.

Kempul artinya kumpul atau jama’ah. Setelah ditabuh sekali dua kali, tiga kali disusul bunyi gong yang artinya agung. Lagu yang dibunyikan selalu berakhir dengan bunyi gong. Semua ibadah kita tujukan kepada yang Maha Agung.

7. TEROMPET ATAU SULING

Diambil dari Bahasa Arab “Shuwarun” artnya peringatan. Hidup manusia didunia hanya sementara, kita selalu diingatkan untuk mengisi hidup kita dengan kebaikan.

Suling artinya eling atau ingat. Ingat kepada yang menjadikan hidup. ingat

bahwa hidup di dunia tidak lama. Ingat bahwa ada kehidupan yang kekal dan bahagia yang dapat dicapai dengan amal ibadah sebanyak-banyaknya.

8. ANGKLUNG

Berasal dari Bahasa Arab “Anqul” artinya peralihan. Artinya peralihan dari hal buruk menjadi baik.

9. WAROK

Berasal dari bahasa Arab “Wira’I” artinya tirakat. Kehidupan dunia ini penuh godaan dari segala penjuru, untuk itu perlu tirakat untuk menjauhkan godaan-godaan tersebut.

10. PENADHON

Dari Bahasa Arab “Fanadun” artinya lemah. Setiap manusia memiliki kelemahan atau kekurangan-kekurangan, namun kita dilarang berputus asa karena kelemahan kita.

11.  USUS-USUS Atau KOLOR

Diambil dari Bahasa arab “ Ushusun” artinya tali atau ikatan. Manusia wajib berpegang teguh pada tali Allah dalam hubungan vertical kepada Tuhan YME dan hubungan dengan sesama manusia. Selain itu Islam sangat menganjurkan umatnya untuk selalu menjaga ikatan silaturahmi.

Legenda Golan Mirah Ponorogo


warokSebagai warga Ponorogo tentu kita pernah dengar mitos tentang desa Golan dan Desa Mirah yang berada di Kecamatan Sukorejo. Mitos itu terus berkembang dalam masyarakat sejak dahulu hingga sekarang. Diantara mitos tersebut adalah air dari desa Golan tidak mau bercampur dengan air dari Desa Mirah, orang akan mengalami kebingungan ketika membawa benda atau barang dari Golan ke Mirah dan sebaliknya. Adalagi orang Mirah tidak diperkenankan menanam kedelai, orang Golan dan Mirah jika bertemu ditempat orang hajatan dimana saja akan mengalami gangguan, tidak akan terjadi perkawinan antara orang Golan dan Mirah.

Itulah beberapa mitos yang berkembang dimasyarakat. Berkembangnya mitos tersebut tidak lepas dari cerita turun menurun yang diwariskan leluhur. Cerita tersebut terus berkembang dimasyarakat hingga sekarang. Berikut sedikit cerita Golan Mirah

****

Pada zaman dahulu di Desa Golan hiduplah seoarang tokoh terkenal yang memiliki kesaktian yang tinggi serta gagah berani sehingga disegani oleh masyarakat sekitar. Orang itu bernama Ki Honggolono. Karena kebijaksanaan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki Ki Honggolono, beliau diangkat menjadi Palang atau kepala desa dan mendapat sebutan Ki Bayu Kusuma. Ki Honggolono memiliki adik sepupu yang bernama Ki Honggojoyo yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Ageng Mirah. Ki Honggolono memiliki seorang putra yang tampan dan gagah perkasa yang bernama Joko Lancur. Joko Lancur adalah pemuda tampan yang mempunyai hobi menyabung ayam dan mabuk-mabukan. Sedangkan Ki Ageng Mirah mempunyai putri yang sangat cantik yang bernama Mirah Putri Ayu. Mirah Putri Ayu menjadi bunga desa dan mendapat julukan Mirah Kencono Wungu.

Joko Lancur memiliki kegemaran menyabung ayam, kemanapun ia pergi tak pernah pisah dari ayam jago kesayangannya. Pada suatu hari ketika akan menyabung ayam, Joko Lancur melewati Mirah. Ditempat itulah ayam kesayangannya lepas. Maka gundahlah hatinya Karena peristiwa itu. Berbagai cara dilakukannya untuk menangkap ayam itu namun tidak berhasil. Sampai akhirnya ayam tersebut masuk ke ruang dapur Ki Ageng Mirah. Mirah Putri Ayu yang sedang membatik di dapur sangatlah terkejut melihat ada seekor ayam jantan yang masuk ke dalam rumahnya. Mirah Putri Ayu berhasil menangkap ayam tersebut, dan sangatlah senang hatinya karena ternyata ayam tersebut sangatlah jinak.

Tak lama kemudian masuklah Joko Lancur yang mencari ayamnya, alangkah kagetnya Joko Lancur melihat ayam kesayangannya berada dalam pelukan perawan jelita yang belum dikenalnya. Joko Lancur tidak segera meminta ayam kesayangannya, namun terpesona kecantikan Mirah Putri Ayu. Sebaliknya Mirah Putri Ayu juga sangat mengagumi ketampanan Joko Lancur. Keduanya saling curi pandang, berkenalan hingga menaruh suka diantara mereka. Joko Lancur tidak mengetahui jika ternyata pamannya Ki Ageng Mirah memiliki putri yang sangat cantik dikarenakan Mirah Putri Ayu merupakan gadis pingitan yang tidak boleh bergaul dengan sembarang orang. Ditengah keasyikan obrolan mereka, tiba-tiba Ki Ageng Mirah masuk kedapur dan menemukan Joko Lancur sedang berdua dengan putrinya. Ki Ageng Mirah marah kepada Joko Lancur karena dianggap tidak memiliki tata karma serta tidak memiliki sopan santun karna telah berani masuk kerumah orang lain tanpa meminta ijin pemilik rumahi terlebih dahulu. Joko Lancur menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, namun Ki Ageng Mirah tidak mau peduli penjelasan Joko Lancur. Akhirnya Joko Lancur diusir dan disuruh segera meninggalkan rumah Ki Ageng Mirah. Joko Lancur segera pulang dengan perasaan malu dan cemas, namun dibenaknya selalu teringat akan kecantikan Mirah Putri Ayu.

Waktu terus berjalan, Joko Lancur tidak seperti biasanya yang selalu pergi dengan ayam kesayangannya, namun Joko Lancur lebih sering mengurung diri dalam kamar, sering melamun,menyendiri, sering tidak makan dan tidak tidur karena memikirkan Mirah Putri Ayu. Keadaan ini akhirnya diketahui ayahnya Ki Honggolono. Setelah ditanya, Joko Lancur menyampaikan kepada ayahnya jika dirinya sedang jatuh hati pada Mirah Putri Ayu. Karena Joko Lancur merupakan anak semata wayangnya, Ki Honggolono segera menuruti keinginan putranya untuk melamarkan Mirah Putri Ayu.

Berangkatlah Ki Honggolono menuju rumah Ki Ageng Mirah untuk melamar Mirah Putri Ayu. Kedatangan Ki Honggolono disambut dengan muka ceria oleh Ki Ageng Mirah, meskipun dalam benak Ki Ageng Mirah tidak sudi memiliki calon mantu seorang penjudi sabung ayam. Ki Ageng Mirah berupaya menolak lamaran tersebut dengan cara yang halus agar tidak menusuk perasaan keluarga Ki Honggolono, maka diterimalah lamaran tersebut dengan beberapa syarat diluar kemampuan manusia. Syarat yang diajukan Ki Ageng Mirah adalah supaya dibuatkan bendungan sungai untuk mengairi sawah-sawah di Mirah serta serahan berupa padi satu lumbung yang tidak boleh diantar oleh siapapun, dalam arti lumbung tersebut berjalan sendiri. Syarat tersebut disanggupi oleh Ki Honggolono.

Dengan kesanggupan Ki Honggolono untuk memenuhi persyaratan tersebut, Ki Ageng Mirah merasa khawatir dan berusaha menggagalkan pembuatan bendungan dan pengumpulan padi yang dilakukan Ki Honggolono. Sementara itu Ki Honggolono dengan bantuan murid-muridnya bekerja keras untuk membuat bendungan dan mengumpulkan padi. Berkat kerja kerasnya dalam waktu yang singkat syarat yang diajukan Ki Ageng Mirah mendekati keberhasilan. Dengan melihat apa yang dilakukan Ki Honggolono, Ki Ageng Mirah menemukan strategi untuk menggagalkan apa yang dilakukan Ki Honggolono. Ki Ageng Mirah meminta bantuan Genderuwo untuk mengganggu pembuatan bendungan serta mencuri padi-padi yang sudah dikumpulkan.

Apa yang dilakukan Ki Ageng Mirah diketahui oleh Ki Honggolono. Ki Honggolono tidak mau lagi mengisi lumbung dengan padi, tetapi diganti dengan damen (jerami) dan titen (kulit kedelai). Dengan kesaktian yang dimiliki Ki honggolono, damen dan titen tersebut disabda menjadi padi. Mengetahui isi lumbung bujan padi, genderuwo utusan Ki ageng Mirah beralih mengganggu pembuatan bendungan dengan menjebol bendungan yang belum selesai dibuat. Namun ternyata hal tersebut juga diketahui oleh Ki Honggolono. Ki Hongggolono kemudian meminta bantuan kepada buaya yang jumlahnyaa ribuan untuk menangkap genderuwo ketika mengganggu pembuatan bendungan. Akhirnya genderuwo dapat dikalahkan dan pembuatan bendungan berjalan lancar.

Semua persyaratan sudah lengkap, Ki Honggolono menyabda lumbung padi untuk berangkat sendiri, diikuti oleh rombongan mempelai laki-laki. Awal kedatangan rombongan mempelai laki-laki disambut baik oleh Ki Ageng Mirah. Namun Ki Ageng Mirah juga bukan orang biasa, dengan kesaktiannya Ki Ageng Mirah tahu apa isi sebenarnya lumbung padi yang dibawa mempelai laki-laki. Dihadapan para tamu yang hadir Ki Ageng  Mirah menyabda lumbung tersebut dan seketika berubahlah padi dalam lumbung menjadi damen dan titen.

Dengan peristiwa tersebut terjadilah adu lidah dan berlanjut adu fisik antara Ki Honggolono dan Ki Ageng Mirah. Ketika terjadi percekcokan, Joko lancur mencari mirah Putri Ayu, keduanya tahu apa yang terjadi diantara kedua ayahnya sehingga mereka memutuskan untuk bunuh diri bersama. Masih bersamaan terjadinya peperangan, bendungan yang dibuat Ki Honggolono ambrol dan terjadilah banjir bandang yang menewaskan banyak orang.

Usai peperangan Ki Honggolono berhari-hari mencari putra kesayangannya, Joko Lancur. Tetapi ternyata ketika ditemukan putranya sudah tewas bersama kekasih dan ayam kesayangannya. Jasad Joko Lancur kemudian dimakamkan bersama ayam jagonya dan makam tersebut diberi nama Kuburan Setono Wungu.

Dari peristiwa yang telah usai, dihadapan para muridnya Ki Honggolono besabda : “Wong Golan lan wong Mirah ora oleh jejodhoan. Kaping pindo,isi-isine ndonyo soko Golan kang ujude kayu, watu, banyu lan sapanunggalane ora bisa digowo menyang Mirah. Kaping telu, barang-barange wong Golan Karo Mirah ora bisa diwor dadi siji. Kaping papat, Wong Golan ora oleh gawe iyup-iyup saka kawul. Kaping limone, wong Mirah ora oleh nandur, nyimpen lan gawe panganan soko dele.

Semenjak kehilangan putra kesayangannya Ki Honggolono  banyak merenung. Walaupun banyak harta melimpah ternyata tidak membuat hidupnya tenang dan tidak mendapatkan ketenangan batin. Akhirnya Ki Honggolono insyaf dan taubat atas semua perbuatannya dan mulai belajar syariat Islam. Demikian juga yang dilakukan Ki ageng Mirah, karena peristiwa tersebut beliau kemudian berguru ke seorang Kiyai.

***

Itulah cerita yang berkembang di masyarakat, percaya atau tidak semua dikembalikan kepada pribadi masing-masing

Asal Usul Ponorogo


Ponorogo………

Ketika mendengar nama itu setiap orang pasti akan mengaitkannya dengan kesenian adiluhung yang tersohor ke penjuru negeri, REYOG PONOROGO. Banyak dari kita yang sudah mendengar dan mengetahui tentang sejarah asal mula Reog Ponorogo,namun sudah tahukah kita sejarah asal usul kota tempat lahirnya Reyog ini?

Sudah saatnya kita mengenal dan mengenalkan kepada orang lain (siswa) tentang sejarah kota Ponorogo ini. Dengan mengenal lebih dalam tentang Ponorogo, diharapkan bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap Ponorogo. Selain itu dengan belajar tentang sejarah Ponorogo bisa menghargai dan mentauladani perjuangan-perjuangan pendiri Ponorogo.

***

Pada tahun 1478 Masehi Kerajaan Majapahit jatuh dan kemasyhurannya telah hilang kemudian muncullah kerajaan baru yaitu Kerajaan Demak dibawah pimpinan Raden Patah. Raden Bathara Katong yang merupakan putra dari raja Majapahit Brawijaya V ikut bergabung dengan kakaknya Raden Patah di Kerajaan Demak. Raden Bathara Katong dididik kakaknya dengan ajaran-ajaran Islam.

Setelah dewasa Raden Bathara Katong diberi tugas oleh Raden Patah untuk pergi ke Wengker untuk menyelidiki daerah tersebut bersama Senapati Sela Aji.  Wengker adalah wilayah yang berada di sebelah timur Gunung Lawu. Batas sebelah selatan adalah laut selatan, batas timur adalah Gunung Wilis dan batas sebelah utara adalah wilayah Majapahit. Raden Bathara Katong dan Senapati Sela Aji tiba di wilayah Wengker ketika hari mulai gelap. Mereka mulai kebingungan untuk menjalankan tugas karena belum mengenal seluk beluk Wengker, ditambah lagi hari yang mulai menginjak malam. Untunglah dari kejauhan terlihat nyala api yang menyala. Mereka segera menuju ketempat asal api menyala. Setelah dekat dari pusat api terlihat sebuah rumah sederhana yang di sampingnya terdapat bangunan surau kecil.

Kedatangan Raden Bathara Katong dan Senapati Sela Aji disambut gembira dan senang hati oleh pemilik rumah dan surau kecil itu, yaitu seorang lelaki tua. Lelaki tua tersebut mengenalkan dirinya dengan nama Kiai Ageng Mirah. Raden Bathara Katong dan Senapati Sela Aji mengaku terus terang jika mereka adalah utusan dari Kerajaan Demak untuk menyelidiki daerah Wengker.

Kiai Ageng Mirah merasa senang hati menerima tamu agung dari Kerajaan Demak. Keduanya kemudian diajak sholat magrib berjamaah. Setelah usai sholat Kiai Ageng Mirah mulai menceritakan seluk beluk dan garis besar daerah Wengker. Setelah hari larut malam, Kia Ageng Mirah menyuruh mereka menginap dirumahnya.

Keesokan harinya Kia Ageng Mirah menyertai Raden Bathara Katong dan Senapati Sela Aji melihat – lihat keadaan. Setelah dirasa cukup Raden Bathara Katong dan Sela  Aji kembali ke Demak dengan mengajak Ki Ageng Mirah untuk melaporkan hasil penyelidikkannya. Setelah mendengar laporan dari Bathara Katong, Raden Patah memutuskan mengangkat Raden Bathara Katong sebagai penguasa Wengker, dan mengangkat Senapati Sela Aji sebagai patih. Sedangkan Ki Ageng Mirah diangkat menjadi penasehat. Raden Bathara Katong bersama patih Sela Aji dan Ki Ageng Mirah kembali ke Wengker. Mereka disertai 40 prajurit Demak untuk membuka hutan di Wengker. Sesampainya di Wengker mereka sibuk mencari tempat yang cocok untuk mendirikan kadipaten. Sampai akhirnya mereka sampai di hutan glagah yang berbau wangi. Raden Bathara Katong member nama hutan itu Glagah Wangi. Di hutan inilah rombongan mulai membuka hutan.

Pekerjaan membuka hutan pun selesai, kemudian dilanjutkan membangun tempat tinggal. Namun dalam pembuatan tempat tinggal ini mendapatkan halangan. Ketika rumah telah usai didirikan keesokan harinya rumah-rumah tersebut roboh lagi. Ki Ageng Mirah tahu kalau ada makhluk yang mengganggu. Ki Ageng Mirah kemudian mengajak Raden Bathara Katong untuk bertapa. Pada tengah malam muncul hal gaib yaitu keluar angin besar dan tiba-tiba muncul dua sosok makhluk tinggi besar. Mereka mengaku penunggu hutan yang dibuka Raden Bathara Katong, mereka bernama Jayadrana dan Jayadipa. Kemudian Raden Bathara Katong meminta ijin kepada mereka untuk mendirikan sebuah kadipaten ditempat tersebut. Setelah mendapatkan izin dari Jayadrana dan Jayadipa pembangunan dapat diselesaikan dengan lancar.  Jayadipa pula yang kemudian menunjukkan tempat yang cocok untuk pusat kota. Tempat itu berada di tengah-tengah hutan yang sudah dibuka tersebut. Ditempat ini pula Raden Bathara Katong menemukan tiga pusaka. Pusaka yang pertama berbentuk paying yang bernama Payung Tunggul Wulung, pusaka kedua berupa tombak yang  bernama tombak Tunggul Naga. Dan pusaka yang ketiga berupa sabuk yang bernama Sabuk Chinde Puspita.

Pada saat Raden Bathara Katong mengambil ketiga pusaka tersebut terjadi tiga kali ledakan besar dan membuat tanah berhamburan. Tanah – tanah yang berhamburan tersebut kemudian membentuk lima bukit. Bukit-bukit tersebut ada yang dinamakan Gunung Lima dan Gunung Sepikul. Sedangkan lobang bekas ledakan menjadi sebuah goa yang diberi nama Goa Sigala Gala. Ternyata ketiga pusaka terrsebut adalah milik ayah Raden Bathara Katong, Prabu Brawijaya V. Saat itu Majapahit di bawah pimpinan Raja Brawijaya V diserang oleh Raja Girindrawardana. Kemudian Raja Brawijaya mengungsi ke Wengker bersama Jayadrana dan Jayadipa.

Raden Bathara Katong semakin mantap membangun Wengker setelah mendapatkan pusaka warisan orang tuanya. Pembangunan Wengker mulai berkembang dengan baik. Hutan sudah berhassil dibuka. Rumah sudah didirikan, banyak pendatang yang ikut bergabung didalamnya. Akhirnya terbentuklah sebuah kadipaten baru. Namun sayang kota tersebut belum mempunyai nama. Untuk member nama kota tersebut, Raden Bathara Katong mengadakan musyawarah. Dari musyawarah tersebut disepakati sebuah nama baru untuk kota tersebut, nama itu adalah Pramono Rogo. Pramono berarti bersatunya cahaya matahari dan bulan yang menyinari kehidupan di bumi, dan rogo berarti badan.  Nama Pramono rogo ini lama kelamaan berubah menjadi Ponorogo. Pono berarti tahu akan segala sesuatu, dan rogo berari badan manusia. Jadi Ponorogo berarti manusia yang tahu akan kedudukannya sebagai manusia.

BACA JUGA:

SEJARAH KERAJAAN WENGKER (CIKAL BAKAL KABUPATEN PONOROGO)

SILSILAH KETURUNAN MOHAMAD BESARI

Sumber : buku Cerita Rakyat dari Ponorogo karangan Edy Santosa

Reog Tempoe Doeloe, Masa Kini, Masa depan


 

shandypug09reogSebentar lagi pergantian tahun dalam penanggalan Islam akan segera datang. Untuk menyambut kedatangannya banyak masyarakat Muslim yang merayakannya. Di berbagai daerah diselenggarakan acara-acara untuk memperingati 1 Muharam dalam penanggalan Islam yang sekaligus bertepatan dengan 1 Suro dalam penanggalan Jawa. Salah satunya di Kabupaten Ponorogo. Untuk menyambut pergantian tahun Islam dan pergantian tahun Jawa ini, pemerintah Kabupaten Ponorogo selalu menggelar acara rutin yaitu Grebeg Suro. Di dalam rangkaian acara Grebeg Suro terdapat even bertaraf Nasional, yaitu Festival Reog Nasional. Festival ini bertujuan untuk menjaga kelestarian kesenian Reog Ponorogo dan menunjukan bahwa Ponorogo merupakan Bumi Reog. Tempat dimana kesenian adiluhung ini berasal. Ponorogo yang dulunya merupakan tanah Wengker memang diyakini sebagai tempat Reog lahir. Hal ini didasari warisan cerita turun temurun tentang asal usul Reog. Ada berbagai versi cerita tentang asal usul Reog

Yang pertama versi Bantarangin. Bantarangin merupakan kerajaan yang ada di Ponorogo yang dipimpin seorang raja bernama Prabu Kelana Sewandana. Menurut versi ini, asal mula reog ketika Prabu Kelana Sewandana berkelana mencari pendamping hidup yang ditemani oleh pasukan berkuda dan patihnya yang setia, Bujangganong. Pilihan sang prabu jatuh ke gadis putri raja Kediri, Dewi Sanggalangit. Perjuangan untuk memboyong Dewi Sanggalangit tidak semudah membalikkan telapak tangan, sang putri mau dijadikan istri sang prabu jika sang prabu mampu memenuhi persyaratan yang diajukannya. Ia minta kepada sang prabu agar menciptakan sebuah kesenian yang belum pernah ada sebelumnya.

Continue reading