Muridku Guruku


Ini adalah cerita pada saat pertama kalinya aku ke SD Buyut, cerita antara aku dan salah satu muridku pada saat pertama aku masuk di SD.
Akhirnya hari yang telah lama aku tunggu tiba. Tepatnya hari Rabu tanggal satu Pebruari 2006, pertama kalinya aku ikut menularkan sedikit ilmuku ntuk anak-anak SD  4 Ngadirojo. Dengan harapan bisa menjadi ilmu yang bermanfaat.
Sejak hari pertama masuk di SD 4 Ngadirojo, banyak hal-hal yang menarik dan tidak akan pernah aku lupakan. Salah satu hal yang menarik dan sampai sekarang masih saya ingat adalah ketika secara tidak sengaja aku banyak belajar dari muridku. Bukan belajar ilmu umum tetapi aku belajar kesabaran dan ketabahan yang dimiliki muridku.
Pagi itu, aku bangun pagi-pagi sekali karena hari itu hari pertama aku masuk di SD Buyut (karena letaknya di dusun Buyut, SD 4 Ngadirojo sering disebut SD Buyut). Sesampainya di SD Buyut aku melihat wajah-wajah polos menyambut kedatanganku. Aku sempat kaget ketika sampai di halaman sekolah, aku melihat sekolah yang terkesan tidak dirawat. Terlihat ruang kelas yang tidak tertata dengan rapi, banyak siswa yang tidak bersepatu dan masih banyak hal lainnya yang perlu dibenahi. Sempat terpikir olehku, bagaimana proses pembelajaran dapat berjalan efektif jika sekolahnya seperti ini. “Masuuk, masuuk” teriak anak-anak mengagetkanku. Ternyata teriakan murid-murid tersebut adalah bel tanda pelajaran akan dimulai. Maklumlah SD Buyut sangat kurang akan sarana dan prasarana sekolah, selain itu SD Buyut terletak di atas perbukitan. Untuk sampai di Buyut perlu usaha yang sangat keras karena jalan menuju kesana sangat sulit di lalui kendaraan. Hal itu membuat guru negeri yang ditempatkan disana tidak betah, sehingga disana masih sangat kekurangan tenaga pengajarnya. Saat itu hanya ada dua guru negeri yang bertugas disana, satu kepala sekolah dan satunya lagi guru olahraga.
Hari pertama aku masuk kelas, ku gunakan untuk lebih mendekatkan diriku dengan anak-anak kelas tiga, karena saat itu aku ditugasi kepala sekolah untuk mengajar di kelas tiga. Satu persatu murid kelas tiga maju memperkenalkan dirinya dan keluarganya. Sampai akhirnya tiba giliran yang terakhir. Namanya Oky Adinda, dengan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, dia mulai menyebutkan nama, hobi, serta cita-citanya. Ketika akan menyebutkan keluarganya dia diam, seperti ada sesuatu yang di pikirkan. “Kenapa diam, Ky?”tanyaku, “Ada apa, ayo sebutkan keluargamu,” tambahku. Tetapi dia tetap diam, hal ini membuatku kebingungan. “Pak, saya tidak tau bapak saya,” tiba-tiba dia mulai berbicara. “Kita semua pasti mempunyai bapak dan ibu, mereka yang telah merawat dan membesarkan kita, tapi kenapa kamu kok tidak tahu bapak kamu?” tanyaku. “Saya belum pernah melihat bapak saya”dia mulai mau bercerita. “Maaf ya, bapak kamu sudah meninggal ya?” aku terus mengajukan pertanyaan. “Belum, Pak! Tapi saya tidak tau dimana bapak saya sekarang” aku semakin bingung akan jawabannya. “Saya mempunyai empat saudara, saya anak ketiga. Dari keempat saudaraku bapaknya tidak ada yang sama. Ibu saya jarang pulang, sekarang aku ikut nenek saya. Kakak pertamaku ikut ibu dan kakakku yang kedua sekarang ikut orang di Jetis sedangkan adikku ikut pakdhe” cerita Oky membuatku terharu dan ingin rasanya aku menarik pertanyaanku tadi. “Nenek saya orang miskin, rumahnya gedhek dan setiap hari hanya makan nasi thiwul” lanjutnya. “Saya ingin bertemu bapak dan ibuku, saya ingin seperti teman-teman yang lain” tambahnya. “Oky, semua orang tua pasti sayang terhadap anaknya, hanya saja bapak dan ibumu belum sempat memberikanya padamu” hiburku. “Pak, Mbahku sering berkata ‘walaupun bapak dan ibumu tidak ada, kamu yang kuat dan sabar ya’, kata-kata mabahku itu yang membuat aku tidak sedih lagi, Pak”
Memang ku akui, walaupun Oky anak yang tidak terlalu pandai tetapi dia anaknya sabar dan tabah. Ternyata di balik keluguan dan kepolosannya ada sesuatu hal yang orang lain atau bahkan diriku tidak memilikinya. Dari Oky Adinda aku banyak belajar, bahwa semua yang terjadi di bumi ini adalah kehendak-Nya, dan semua yang terjadi harus kita hadapi dengan ketabahan dan kesabaran. Itulah pengalaman yang tidak akan pernah aku lupakan.

8 thoughts on “Muridku Guruku

  1. kita harus banyak bersukur pada tuhan bagaimanapun kesulitan yang kita hadapi.

    sesulit apapun cobaan yang diberikanya, kita masih beruntung dari pada mereka yang menerima banyak conaan

  2. ketabahan yg dimiliki oleh anak tersebut sungguh sebuah berkah dari tuhan, semua mata pelajaran paling sulit didunia pun mungkin banyk yg bisa memecahkannya namun mata pelajaran ketabahan qw akuin andaikan materi ini di masukkan dalam kurikulum, sy yakin hanya segelintir yg bisa lulus dari pelajaran tsb……………………..semoga ketabahan anak tersebut berbuah manis,…..!!!!

Leave a comment